Senin, 31 Agustus 2015

Perjalanan Pengembaraan Sayidina Anwar

SAYIDINA ANWAR (NURCAHYA) MENDAPATKAN TIRTAMARTA KAMANDANU

Setelah sampai di perbatasan Kusniya Malebar, Sayidina Anwar bertemu Malaikat Ajajil yang memperkenalkan diri sebagai kakeknya dari pihak ibu. Malaikat Ajajil juga menceritakan bahwa dirinya dulu menyamar sebagai pertapa tua yang telah mengajarkan segala macam ilmu kesaktian sewaktu Sayidina Anwar bertapa di Hutan Ambalah di Tanah Keling.

Sayidina Anwar bertanya alasan apa yang membuat Nabi Adam berwasiat agar dirinya tidak lagi berhubungan dengan Malaikat Ajajil. Malaikat Ajajil pun menceritakan latar belakang permasalahan ini. Dulu di Taman Surga, ia adalah pemuka kaum malaikat, bahkan disebut-sebut sebagai makhluk yang paling tekun beribadah kepada Tuhan. Sampai akhirnya Tuhan berkehendak memilih manusia bernama Adam sebagai khalifah di muka bumi. Para malaikat menyampaikan keluhan kepada Tuhan bahwa manusia hanyalah makhluk yang suka berbuat kerusakan. Tuhan lalu mengajarkan berbagai ilmu pengetahuan kepada Nabi Adam sehingga para malaikat pun mengaku kalah. Maka ketika Tuhan memerintahkan kepada para malaikat untuk menyatakan tunduk dan memberikan penghormatan kepada Nabi Adam, mereka pun serentak mematuhi, kecuali Malaikat Ajajil sang pemuka. Malaikat Ajajil tetap pada pendiriannya, bahwa manusia adalah makhluk yang mudah berubah-ubah hatinya, sehingga tidak layak mendapatkan penghormatan. Karena menolak perintah Tuhan itulah, Malaikat Ajajil pun dikeluarkan dari Taman Surga.

Sayidina Anwar mendengarkan cerita itu dengan seksama, dan merasa pendapat Malaikat Ajajil ada benarnya, namun menentang perintah Tuhan jelas adalah perbuatan yang keliru. Ia tidak mau terlibat dalam permusuhan antara Nabi Adam dan Malaikat Ajajil karena keduanya adalah sama-sama kakek baginya. Ia hanya ingin bisa hidup abadi seperti kaum malaikat. Malaikat Ajajil berjanji akan membimbing cucunya itu dalam mewujudkan cita-citanya. Sayidina Anwar sangat gembira dan bersedia mematuhi segala nasihatnya. Mereka berdua lalu berangkat menuju ke Kutub Utara untuk mencari sumber keabadian tersebut, yang konon akan memancar dari mustika awan mendung di sana.

Malaikat Ajajil dan Sayidina Anwar akirnya sampai di Tanah Lulmat yang terletak di balik Kutub Utara. Di sana Sayidina Anwar kemudian bertapa memohon kemurahan Tuhan. Setelah sekian lama bertapa melawan hawa dingin, datanglah sekumpulan awan mendung yang berasal dari Lautan Rahmat. Dari awan mendung tersebut memancar keluar air keabadian yang disebut Tirtamarta Kamandanu.

Atas nasihat Malaikat Ajajil, Sayidina Anwar segera mandi dan meminum air keabadian tersebut. Setelah itu ia pun berniat menampung air yang masih terus memancar agar kelak bisa diminum anak cucunya. Namun ia tidak tahu bagaimana caranya dan juga tidak memiliki wadah yang tepat. Memahami hal itu, Malaikat Ajajil pun menyerahkan Cupumanik Astagina milik Nabi Adam dan Siti Hawa. Dulu cupumanik tersebut menjadi wadah benih yang mereka keluarkan saat peristiwa lahirnya Nabi Sis. Cupumanik itu kemudian terhempas oleh angin topan dan ditemukan Malaikat Ajajil di dalam lautan.

Sayidina Anwar menerima cupumanik itu. Meskipun ukurannya kecil, namun memiliki daya kesaktian mampu menampung semua air keabadian yang dipancarkan awan mendung tersebut sampai habis. Setelah dirasa cukup, keduanya lalu pergi meninggalkan Tanah Lulmat.

SAYIDINA ANWAR (NURCAHYA) MENDAPATKAN LATA MAHOSADI

Sesampainya di luar Kutub Utara, Malaikat Ajajil pamit pergi meninggalkan Sayidina Anwar yang kemudian melanjutkan perjalanan pulang sendiri. Di tengah jalan, Sayidina Anwar menemukan Pohon Rewan, yaitu sejenis pohon ajaib yang tidak memiliki daun sama sekali, tapi bisa hidup sehat. Suara hatinya berkata bahwa akar pohon gundul tersebut bernama Oyod Mimang, merupakan pusaka yang sangat ampuh. Sayidina Anwar lalu mengambil Oyod Mimang itu dan menjadikannya sebagai pusaka yang diberi nama Lata Mahosadi. Keampuhan akar pohon ini adalah dapat digunakan untuk menyembuhkan segala macam penyakit, bahkan bisa menghidupkan orang mati. Akan tetapi, karena menyimpan Lata Mahosadi tanpa persiapan, tiba-tiba pikiran Sayidina Anwar menjadi bingung. Ia tidak tahu ke mana arah jalan pulang menuju Kusniya Malebar. Maka, ia pun berjalan secara serabutan dan akhirnya terlunta-lunta selama ribuan tahun.

Sesampainya di Laut Hitam, Sayidina Anwar menyaksikan pemandangan aneh. Ia melihat dua orang manusia tergantung-gantung di angkasa, di atas laut. Sayidina Anwar bertanya, dan kedua orang itu mengaku bernama Malaikat Harut dan Malaikat Marut.

Kedua malaikat tersebut dulu pernah menyampaikan keluhan kepada Tuhan, bahwa keputusan Tuhan mengangkat manusia sebagai khalifah di bumi adalah keliru. Banyak sekali keturunan Nabi Adam yang berbuat kerusakan dan menuruti hawa nafsu. Jika yang menjadi khalifah adalah bangsa malaikat, tentu bumi akan lebih makmur.

Kedua malaikat juga berkata, jika mereka memiliki hawa nafsu seperti manusia, pasti mereka tetap bisa mengendalikannya dan tidak mungkin terjerumus ke dalam kejahatan. Tuhan Yang Mahakuasa lalu memberikan ujian dengan cara mengisi mereka berdua dengan hawa nafsu dan menurunkannya ke bumi. Ternyata pada akhirnya mereka gagal juga menjalani ujian tersebut karena terlena oleh pujian sehingga mengajarkan ilmu sihir kepada umat manusia dengan sesuka hati. Kini, Malaikat Harut dan Malaikat Marut harus menjalani hukuman dengan tergantung-gantung di atas Laut Hitam.

Sayidina Anwar sangat tertarik dan ingin menjadi murid mereka. Kedua malaikat lalu mengajarinya berbagai macam ilmu pengetahuan, seperti ilmu perbintangan, ilmu bumi, ilmu kebijaksanaan, serta ilmu berbicara dengan berbagai jenis makhluk hidup.

Sayidina Anwar sangat bersyukur. Ia merasa tidak perlu lagi kembali ke Negeri Kusniya Malebar karena semua anggota keluarga yang dikenalnya pasti sudah meninggal dunia. Maka, ia lantas menanyakan di mana letak Surga dan Neraka karena ingin melihat bagaimana keadaan di dalam sana. Kedua malaikat berbohong dengan mengatakan bahwa Surga dan Neraka terletak di hulu Sungai Nil.

SAYIDINA ANWAR (NURCAHYA) BERGURU KEPADA LATA DAN SITI UJWA

Sayidina Anwar yang polos segera mengikuti petunjuk kedua malaikat gurunya. Ia pun mendatangi Sungai Nil dan berjalan menyusuri sungai terpanjang di dunia tersebut. Dalam perjalanannya itu ia bertemu paman dan bibinya yang bernama Sayidina Lata dan Siti Ujwa, putra-putri Nabi Adam dan Siti Hawa nomor lima belas.

Sayidina Anwar kemudian berguru kepada paman dan bibinya tersebut, dan ia memperoleh ilmu pengetahuan tentang bagaimana cara melihat masa depan. Setelah dirasa cukup, Sayidina Anwar lalu melanjutkan perjalanan menuju hulu Sungai Nil.

SAYIDINA ANWAR MELIHAT ISI SURGA DAN NERAKA

Sayidina Anwar telah sampai di hulu Sungai Nil yang berupa rawa-rawa sangat luas bernama Rawa Jambiri Jahiri. Ia sangat kecewa dan merasa telah ditipu oleh Malaikat Harut dan Malaikat Marut karena di tempat itu ternyata sama sekali tidak terdapat Surga dan Neraka. Yang ada di sana hanyalah pemandangan Gunung Kapsi yang berkali-kali menyemburkan api mengerikan.

Sayidina Anwar melihat air yang mengisi rawa-rawa tersebut ternyata bersumber dari mata air di Gunung Kapsi. Maka ia pun melanjutkan perjalanan mendaki gunung tersebut. Di puncak gunung, ia bertemu seorang kakek tua yang mengaku sebagai penguasa Surga dan Neraka.

Kakek tua itu tidak lain adalah Malaikat Ajajil yang sedang menyamar. Ia mengatakan bahwa Sayidina Anwar yang berhati tulus dalam mematuhi petunjuk kedua gurunya, berhak menerima anugerah Tuhan berupa Permata Retnadumilah. Melalui permata tersebut, Sayidina Anwar dapat menyaksikan keindahan Surga dan kengerian Neraka.

Si kakek tua lalu mengajarkan berbagai macam ilmu baru kepada Sayidina Anwar, antara lain ilmu panitisan atau bersatu dengan makhluk lain, ilmu memasuki alam kematian, dan ilmu memutarbalikkan waktu. Setelah selesai, kakek tua itu memerintahkan kepada Sayidina Anwar untuk bertapa ke Pulau Lakdewa yang terletak di Samudera Hindia. Sayidina Anwar pun mohon pamit dan berangkat.

Sang Hyang Nurrasa

SAYIDINA ANWAR (NURCAHYA) BERTAPA DI PULAU LAKDEWA

Sayidina Anwar telah sampai di Pulau Lakdewa dan bertapa di puncak sebuah gunung. Ia bertapa dengan cara menatap jalannya Matahari. Jika pagi hari wajahnya menghadap ke timur, jika siang hari wajahnya menghadap ke atas, dan jika sore hari wajahnya menghadap ke barat, kemudian jika malam hari ia berendam di air.

Setelah tujuh tahun bertapa seperti itu dengan sabar dan tekun, Sayidina Anwar pun menjadi makhluk halus yang berbadan rohani, tinggal di alam Sunyaruri, yaitu alam para jin. Di alam itu tiada barat, tiada timur, tiada utara, tiada selatan, tiada atas, tiada bawah. Terang tanpa siang, gelap tanpa malam. Ruang dan waktu menjadi satu, sudah musnah semua tiada nama, dan segalanya berada dalam rengkuhan Tuhan Yang Maha Kuasa.

Sayidina Anwar kemudian mendapatkan perintah Tuhan untuk segera berkeluarga, karena keturunan Sayidina Anwas saja saat ini sudah mencapai zaman Nabi Musa. Sayidina Anwar patuh dan segera bertapa di dalam gua untuk mendapatkan jodoh yang tepat.

sumber: Media Budaya Wayang Indonesia

















































Tidak ada komentar:

Posting Komentar