Kelahiran Anwar dan Anwas
KABIL MEMBUNUH HABIL
(Peristiwa pembunuhan pertama di dunia)
Pada suatu hari, Sayidina Kabil datang menemui Sayidina Habil di rumahnya untuk meminta supaya Siti Aklimah diceraikan dan diserahkan kepadanya. Sayidina Habil sebenarnya sangat menyayangi kakak sulungnya, namun ia juga tidak berani melanggar keputusan sang ayah. Merasa tersinggung, Sayidina Kabil menantang Sayidina Habil untuk mengadakan qurban. Barang siapa yang diterima sesajinya maka dialah yang berhak memperistri Siti Aklimah. Sayidina Habil bersedia menuruti tantangan itu dengan harapan sang kakak bisa mendapatkan petunjuk Tuhan supaya sadar.
Maka, kedua bersaudara itu lantas mempersiapkan sesaji masing-masing. Karena Sayidina Kabil seorang petani, maka qurban yang ia sajikan pun berwujud hasil bumi, seperti buah-buahan dan palawija. Namun karena ia bersifat kikir, maka yang dipilih adalah buah-buahan dan palawija yang buruk, sedangkan yang baik disisihkan untuk dijual dan dipakai sendiri. Sementara itu Sayidina Habil seorang peternak, maka ia pun mengurbankan hewan-hewan peliharaannya. Karena ia bersifat murah hati dan penuh iman, maka yang dipilihnya sebagai sesaji adalah hewan-hewan yang terbaik pula.
Allah SWT (Tuhan Yang Maha Kuasa) kemudian mengirim api dari langit untuk membakar sesaji yang dipersembahkan Sayidina Habil, sebagai pertanda bahwa qurbannya telah diterima. Sayidina Kabil sangat kesal dan bertambah iri. Karena kedengkian dan kecemburuannya sudah memuncak, ia pun mengambil sebongkah batu dan memukul kepala Sayidina Habil hingga pecah.
Melihat adiknya mati, Sayidina Kabil menjadi kebingungan bercampur sedih. Ia tidak tahu harus bagaimana lagi. Tiba-tiba terlihat olehnya dua ekor burung gagak sedang berkelahi. Gagak yang menang kemudian mengubur bangkai gagak yang mati di dalam tanah. Merasa mendapatkan petunjuk, Sayidina Kabil pun menguburkan mayat Sayidina Habil seperti gagak itu.
Sayidina Kabil kemudian menemui Siti Aklimah untuk menikahinya. Siti Aklimah menolak karena takut melanggar perintah sang ayah. Sayidina Kabil tidak peduli, dan ia pun memukul Siti Aklimah sampai pingsan, kemudian membawanya lari meninggalkan Negeri Kusniya Malebar sejauh-jauhnya.
MALAIKAT AJAJIL MEMPEROLEH ANAK PEREMPUAN
Malaikat Ajajil dulu diusir dari Taman Surga karena menolak perintah Tuhan Yang Maha Kuasa untuk bersujud memberikan penghormatan kepada Nabi Adam. Kini ia mendengar kehendak Tuhan bahwa keturunan Sayidina Sis akan menjadi manusia-manusia utama. Maka, ia pun bertafakur memohon kepada Tuhan supaya diizinkan memiliki seorang putri. Ia berharap melalui putrinya itu bisa lahir keturunan Sayidina Sis yang bisa menjadi raja dan penguasa umat manusia.
Tuhan Yang Maha Adil pun mengabulkan permohonan Malaikat Ajajil. Atas kehendak-Nya, dari sebagian tubuh Malaikat Ajajil tercipta seorang perempuan yang berwajah sama persis dengan Dewi Mulat, yang kemudian diberi nama Dewi Dlajah. Malaikat Ajajil lalu membawa putrinya itu ke Negeri Kusniya Malebar supaya bisa mengandung benih Sayidina Sis.
Malaikat Ajajil memasuki rumah Sayidina Sis secara diam-diam dan menculik Dewi Mulat untuk ditukar dengan Dewi Dlajah. Beberapa hari kemudian, setelah mengetahui Dewi Dlajah telah disetubuhi Sayidina Sis yang tidak bisa membedakan istrinya, Malaikat Ajajil pun mengembalikan Dewi Mulat dan membawa pulang Dewi Dlajah.
LAHIRNYA ANWAS DAN ANWAR
Sembilan bulan kemudian, Dewi Dlajah melahirkan bersamaan dengan terbenamnya matahari. Namun anehnya, anak yang lahir itu berwujud segumpal darah yang berkilauan. Malaikat Ajajil mengambil darah tersebut lalu membawanya pergi ke Negeri Kusniya Malebar.
Sementara itu pada hari yang sama, Dewi Mulat lebih dulu melahirkan bersamaan dengan terbitnya matahari. Yang dilahirkannya adalah dua orang anak. Anak yang satu berwujud bayi normal, sedangkan yang satunya berwujud seberkas cahaya.
Malaikat Ajajil datang secara gaib lalu menangkap seberkas cahaya tersebut dan disatukannya dengan darah berkilauan yang ia bawa dari Dewi Dlajah. Atas kehendak Tuhan, persatuan tersebut menciptakan seorang bayi laki-laki, namun tubuhnya tidak bisa diraba dan selalu memancarkan cahaya seperti sinar rembulan.
Nabi Adam datang dan memberi nama kedua cucunya tersebut. Yang berwujud bayi normal diberi nama Sayidina Anwas, sedangkan yang berwujud bayi bercahaya diberi nama Sayidina Anwar. Nabi Adam meramalkan bahwa Sayidina Anwas kelak akan menurunkan para nabi, sedangkan Sayidina Anwar kelak tidak mau mengikuti agamanya dan memilih jalan hidup sendiri, namun keturunannya juga banyak yang menjadi raja dan tokoh besar di dunia. Hal ini membuat Sayidina Sis bimbang dan menyerahkan diri sepenuhnya kepada takdir Tuhan.
(Silsilah keturunan Anwar dan Anwas)
Anwar Alias Sang Hyang Nurcahya
Sang Hyang Nurcahyo adalah Ayah dari Sang Hyang Nurrasa. Sang Hyang Nurrasa adalah ayah dari Sang Hyang Wenang. Jadi Sang Hyang Nurcahya adalah kakek dari Sang Hyang Wenang. Lakon coba diringkas dengan mengacu pada 3 serat : Serat Paramayoga, dipadukan dengan Serat Arjuna Sasrabahu dan Serat Kandha.
Singkat cerita, Nabi Adam telah berusia hampir 1000 tahun (tepatnya 990 tahun) dan kini dalam keadaan sakaratul maut menjelang wafat. Di sekitarnya telah berkumpul semua anggota keluarga, mulai dari istri, para putra-putri, serta cucu dan cicit. Namun ada seorang yang belum datang, yaitu Sayidina Anwar putra Sayidina Sis. Nabi Adam mengetahui kalau Sayidina Anwar saat ini sedang berkelana di Hutan Ambalah di Tanah Keling, dan berguru kepada Malaikat Ajajil.
Tidak lama kemudian Sayidina Anwar datang dan menyampaikan rasa prihatin atas keadaan sang kakek. Sayidina Sis bertanya apakah benar putranya itu telah berguru kepada Malaikat Ajajil di Hutan Ambalah. Jika memang benar, ia melarang keras Sayidina Anwar berhubungan lagi dengan Malaikat Ajajil karena dulu telah dikeluarkan dari Taman Surga oleh Tuhan Yang Maha Kuasa atas kesombongannya yang menolak memberikan penghormatan kepada Nabi Adam.
Sayidina Anwar mengakui dirinya memang telah berkelana sampai ke Hutan Ambalah di Tanah Keling, dan berguru kepada seorang pertapa tua. Pertapa tua itu telah mengajarinya berbagai macam ilmu kesaktian, antara lain kemampuan terbang, menghilang, amblas bumi, menyelam di air, serta berubah wujud. Mengenai Malaikat Ajajil, ia mengaku tidak kenal dan tidak tahu-menahu.
Nabi Adam menjelaskan bahwa pertapa tua itu tidak lain adalah Malaikat Ajajil yang sedang menyamar. Ia berwasiat agar Sayidina Anwar tidak lagi berhubungan dengannya dan supaya kembali ke agama yang benar.
Tidak lama kemudian muncul dua malaikat yang diutus Tuhan untuk datang ke Kusniya Malebar. Mereka adalah Malaikat Izrail yang bertugas menjemput roh Nabi Adam, dan Malaikat Jibril yang bertugas menyampaikan keputusan Tuhan untuk menunjuk Sayidina Sis, putra keenam, sebagai nabi menggantikan sang ayah, dan mengangkat Sayidina Kayumaras, putra ketiga belas, sebagai raja Kusniya Malebar yang baru, dengan bergelar Sultan Kayumutu.
Demikianlah, Nabi Adam pun meninggal dunia. Para anggota keluarga serentak memanjatkan do’a mengantarkan kepergian rohnya.
(Silsilah keturunan Anwas “Sang Hyang Nurcahya” dan Jin)
Empat puluh hari setelah meninggalnya Nabi Adam, terjadi percakapan antara dua orang putra Nabi Sis, yaitu Sayidina Anwas dan Sayidina Anwar mengenai rahasia kehidupan. Menurut Sayidina Anwas, agama Nabi Adam adalah agama yang paling benar dan harus diikuti tanpa penolakan. Semua kitab peninggalan sang kakek bisa dijadikan petunjuk untuk menjalani kehidupan yang benar, karena isi kitab tersebut berasal dari apa yang diajarkan Tuhan Yang Maha Kuasa kepada Nabi Adam. Maka, mencari agama lain adalah suatu perbuatan sia-sia belaka.
Sayidina Anwar tidak setuju. Menurutnya, ilmu Tuhan itu sangat luas tak terbatas dan tidak bisa ditampung hanya dalam kitab-kitab saja. Untuk mempelajari rahasia kehidupan, maka harus mempelajari pula bagaimana alam bekerja. Alam memiliki hukum sebab-akibat yang berjalan sesuai ketentuan Tuhan. Apalagi melihat Nabi Adam ternyata meninggal dunia dalam usia 990 tahun membuat Sayidina Anwar merasa sangat kecewa. Ia berpendapat, jika memang agama yang diajarkan Nabi Adam itu benar, harusnya dapat menghindarkannya dari kematian seperti kaum malaikat yang hidup abadi.
Sayidina Anwas tidak setuju, karena makhluk bernama manusia dan malaikat jelas berbeda secara penciptaan. Manusia berasal dari saripati tanah dan harus kembali menjadi tanah. Namun Sayidina Anwar tetap bersikeras bahwa manusia bisa mencapai kehidupan abadi seperti malaikat jika mau berusaha. Setelah membulatkan tekad, ia pun memutuskan untuk pergi berkelana lagi demi mendapatkan kehidupan abadi tersebut.
Sayidina Anwas berusaha menghalangi niat adiknya itu. Terpaksa ia menggunakan kekerasan supaya sang adik menghentikan langkah. Kedua bersaudara itu lalu terlibat pertarungan seru. Karena Sayidina Anwar jauh lebih sakti, maka ia pun dapat meloloskan diri.
Sayidina Anwas sangat sedih bercampur malu. Ia bersumpah meskipun ilmu kesaktian adiknya lebih tinggi, namun kelak akan ada keturunannya yang bisa mengalahkan keturunan Sayidina Anwar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar