Generasi Para Dewa Di Khayangan (Cerita Pewayangan)
“ Semar, Togog dan Bathara Guru ”
Sanghyang Ismaya |
Dalam menjelaskan tentang peristiwa di wayang sebaiknya dijelaskan juga berdasarkan serat yang mana. Karena dalam pewayangan ada beberapa serat yang dijadikan acuan misalnya SERAT KANDA, SERAT PARAMAYOGA, SERAT PURWAKANDA, SERAT PURWACARITA dll.. itu yang menyebabkan bila ada yang menceritakan peristiwa di wayang bisa berbeda-beda versinya.
Dalam Serat Paramayoga Sang Hyang Tunggal adalah putra dari Sang Hyang Wenang. Tapi dalam serat Kanda, bapak dari Sang Hyang Tunggal adalah Sanghyang Nurrasa.
Batara Guru |
Sebagai contoh : sejarah asal mula Semar dan Togog ada banyak versi :
Dalam SERAT KANDA : dikisahkan, penguasa kahyangan bernama Sanghyang Nurrasa memiliki dua orang putra bernama Sanghyang Tunggal dan Sanghyang Wenang. Karena Sanghyang Tunggal berwajah jelek, maka takhta kahyangan pun diwariskan kepada Sanghyang Wenang. Dari Sanghyang Wenang kemudian diwariskan kepada putranya yang bernama Batara Guru. Sanghyang Tunggal kemudian menjadi pengasuh para kesatria keturunan Batara Guru, dengan nama Semar.
Dalam SERAT PARAMAYOGA : dikisahkan, Sanghyang Tunggal adalah anak dari Sanghyang Wenang. Sanghyang Tunggal kemudian menikah dengan Dewi Rakti, seorang putri raja jin kepiting bernama Sanghyang Yuyut. Dari perkawinan itu lahir sebutir mustika berwujud telur yang kemudian berubah menjadi dua orang pria. Keduanya masing-masing diberi nama Ismaya untuk yang berkulit hitam, dan Manikmaya untuk yang berkulit putih. Ismaya merasa rendah diri sehingga membuat Sanghyang Tunggal kurang berkenan. Takhta kahyangan pun diwariskan kepada Manikmaya, yang kemudian bergelar Batara Guru. Sementara itu Ismaya diberi kedudukan sebagai penguasa alam Sunyaruri, atau tempat tinggal golongan makhluk halus. Putra sulung Ismaya yang bernama Batara Wungkuham memiliki anak berbadan bulat bernama Janggan Smarasanta, atau disingkat Semar. Ia menjadi pengasuh keturunan Batara Guru yang bernama Resi Manumanasa dan berlanjut sampai ke anak-cucunya. Dalam keadaan istimewa, Ismaya dapat merasuki Semar sehingga Semar pun menjadi sosok yang sangat ditakuti, bahkan oleh para dewa sekalipun. Jadi MENURUT SERAT PARAMAYOGA, SEMAR ADALAH CUCUNYA ISMAYA.
Togog |
Dalam SERAT PURWACARITA : dikisahkan, Sanghyang Tunggal menikah dengan Dewi Rekatawati putra Sanghyang Rekatatama. Dari perkawinan itu lahir sebutir telur yang bercahaya. Sanghyang Tunggal dengan perasaan kesal membanting telur itu sehingga pecah menjadi tiga bagian, yaitu cangkang, putih, dan kuning telur. Ketiganya masing-masing menjelma menjadi laki-laki. Yang berasal dari cangkang diberi nama Antaga, yang berasal dari putih telur diberi nama Ismaya, sedangkan yang berasal dari kuningnya diberi nama Manikmaya. Pada suatu hari Antaga dan Ismaya berselisih karena masing-masing ingin menjadi pewaris takhta kahyangan. Keduanya pun mengadakan perlombaan menelan gunung. Antaga berusaha melahap gunung tersebut dengan sekali telan namun justru mengalami kecelakaan. Mulutnya robek dan matanya melebar. Ismaya menggunakan cara lain, yaitu dengan memakan gunung tersebut sedikit demi sedikit. Setelah melewati beberapa hari seluruh bagian gunung pun berpindah ke dalam tubuh Ismaya, namun tidak berhasil ia keluarkan. Akibatnya sejak saat itu Ismaya pun bertubuh bulat.
(Perubahan dari Sang Hyang Ismaya menjadi Semar Badranaya)
Sanghyang Tunggal murka mengetahui ambisi dan keserakahan kedua putranya itu. Mereka pun dihukum menjadi pengasuh keturunan Manikmaya, yang kemudian diangkat sebagai raja kahyangan, bergelar Batara Guru. Antaga dan Ismaya pun turun ke dunia. Masing-masing memakai nama Togog dan Semar.
(Semar atau Sang Hyang Ismaya dan Togog atau Sang Hyang Antaga)
Semar Badranaya |
Semar ditugaskan mengasuh para ksatria (golongan putih) sedangkan Togog ditugaskan mengasuh golongan raksasa dan golongan hitam (golongan sesat)
Wayang Punokawan
Dalam pewayangan Jawa Tengah, Semar selalu disertai oleh anak-anaknya, yaitu Gareng, Petruk, dan Bagong. Namun sesungguhnya ketiganya bukan anak kandung Semar. Gareng adalah putra seorang pendeta yang mengalami kutukan dan terbebas oleh Semar. Petruk adalah putra seorang raja bangsa Gandharwa (raja Jin). Sementara Bagong tercipta dari bayangan Semar berkat sabda sakti Resi Manumanasa.
Wayang Punokawan Dalam Versi Cerita Pedalangan
Dalam pewayangan Sunda, urutan anak-anak Semar adalah Cepot, Dawala, dan Gareng. Sementara itu, dalam pewayangan Jawa Timuran, Semar hanya didampingi satu orang anak saja, bernama Bagong, yang juga memiliki seorang anak bernama Besut.
Selain 4 contoh versi serat yg di atas masih ada versi serat yang lain, bahkan wayang versi India, Bali, Jawa (versi Jawa Timur, versi Sunda, versi Solo, versi Yogya, versi Banyumas dll) semua berbeda-beda ceritanya. Apalagi kalau dimainkan oleh dalang yang berbeda dengan gaya cerita dan acuan serat yang berbeda pula. Kita musti menghormati dan menerima semua perbedaan dari semua versi serat dan berusaha memahami perbedaannya. Justru ini yang menjadikan makin kaya, tinggi dan luhurnya khasanah budaya wayang kita.
Demikianlah gambaran mengenai sejarah asal muasal dunia wayang, semoga bisa membantu memberikan pencerahan bagi para pembaca, dan wayang juga merupakan salah satu media informasi serta hiburan rakyat, dan tentunya yang tidak kalah penting adalah bagaimana upaya melestarikan aset bangsa, budaya warisan leluhur.
Salam "Lare Nggunung".