Pandu Dewanata
Prabu Pandu |
Dalam pewayangan, tokoh Pandu (Bahasa Jawa: Pandhu) merupakan putera kandung Abiyasa yang menikahi Dewi Ambalika, janda Wicitrawirya. Bahkan, Begawan Abiyasa dikisahkan mewarisi takhta Hastinapura sebagai raja sementara sampai Pandu dewasa.
Pandu digambarkan berwajah tampan namun memiliki cacat di bagian leher, sebagai akibat karena ibunya memalingkan muka saat pertama kali menjumpai Begawan Abiyasa. Para dalang mengembangkan kisah masa muda Pandu yang hanya tertulis singkat dalam Mahabharata. Misalnya, Pandu dikisahkan selalu terlibat aktif dalam membantu perkawinan para sepupunya di Mandhura. Pandu pernah diminta para dewa untuk menumpas musuh khayangan bernama Prabu Nagapaya, raja raksasa yang bisa menjelma menjadi naga dari negeri Goabarong. Setelah berhasil melaksanakan tugasnya, Pandu mendapat hadiah berupa pusaka Minyak (lenga) Tala.
Dewi Kunti |
Begawan Abiyasa |
Keluarga
Dari kedua istrinya, Pandu mendapatkan lima orang putra yang disebut Pandawa. Berbeda dengan kitab Mahabharata, kelimanya benar-benar putera kandung Pandu, dan bukan hasil pemberian dewa. Para dewa hanya dikisahkan membantu kelahiran mereka. Misalnya, Bhatara Dharma membantu kelahiran Yudistira, dan Bhatara Bayu membantu kelahiran Bima. Kelima putra Pandu semuanya lahir di Hastina, bukan di hutan sebagaimana yang dikisahkan dalam Mahabharata.
Kematian Pandu Dewanata
Dewi Madrim |
Dikisahkan bahwa Madrim mengidam ingin bertamasya naik Lembu Nandini, wahana Batara Guru. Pandu pun naik ke kahyangan mengajukan permohonan istrinya. Sebagai syarat, ia rela berumur pendek dan masuk neraka. Batara Guru mengabulkan permohonan itu. Pandu dan Madrim pun bertamasya di atas punggung Lembu Nandini. Setelah puas, mereka mengembalikan lembu itu kepada Batara Guru. Beberapa bulan kemudian, Madrim melahirkan bayi kembar bernama Nakula dan Sadewa.
Sesuai kesanggupannya, Pandu pun berusia pendek. Akibat adu domba dari Sangkuni, Pandu pun terlibat dalam perang melawan muridnya sendiri, yaitu seorang raja raksasa dari negeri Pringgadani bernama Prabu Tremboko. Perang ini dikenal dengan nama Pamoksa. Dalam perang itu, Tremboko gugur terkena anak panah Pandu, namun ia sempat melukai paha lawannya itu menggunakan keris bernama "Kyai Kalanadah". Akibat luka di paha tersebut, Pandu jatuh sakit. Ia akhirnya meninggal dunia setelah menurunkan wasiat agar Hastinapura untuk sementara diperintah oleh Dretarastra sampai kelak Pandawa dewasa. Antara putera-puteri Pandu dan Tremboko kelak terjadi perkawinan, yaitu Bima dengan Arimbi, yang melahirkan Gatotkaca, seorang kesatria berdarah campuran, manusia dan raksasa.
Naik ke sorga
Istilah Pamoksa seputar kematian Pandu kiranya berbeda dengan istilah mokswa dalam agama Hindu. Dalam "Pamoksa", Pandu meninggal dunia musnah bersama seluruh raganya. Jiwanya kemudian masuk neraka sesuai perjanjian. Atas perjuangan putera keduanya, yaitu Bima beberapa tahun kemudian, Pandu akhirnya mendapatkan tempat di surga. Versi lain yang lebih dramatis mengisahkan Pandu tetap memilih hidup di neraka bersama Madrim sesuai janjinya kepada dewa. Baginya, tidak menjadi masalah meskipun ia tetap tinggal di neraka, asalkan ia dapat melihat keberhasilan putera-puteranya di dunia. Perasaan bahagia melihat dharma bakti para Pandawa membuatnya merasa hidup di sorga.
sumber: media seni budaya wayang Indonesia
nglaras gendhing jawa
Nguri-Uri seni Budaya Jawa melalui lantunan gendhing Favorit
Tidak ada komentar:
Posting Komentar